Dari Mediaindonesia.com
"OP di Era UU Kesehatan Omnibus Law"
Undang-Undang No 17/2023 tentang Kesehatan, yang dibuat secara omnibus law telah ditetapkan dan mengantikan 11 UU yang mengatur bidang kesehatan. Kemudian, Mahkamah Konstitusi telah menolak uji formil yang diajukan 5 organisasi profesi kesehatan untuk membatalkan UU Kesehatan tersebut (Media Indonesia 1 Maret 2024). Dengan demikian UU No 17/2023 tentang Kesehatan tersebut semakin kuat legalitas hukumnya.
Lima organisasi profesi kesehatan tersebut adalah IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), IAI (Ikatan Apoteker Indonesia), dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia). Terdapat catatan penting mengenai hari depan organisasi profesi kesehatan dengan ditetapkannya UU No 17/2023 tentang Kesehatan serta kemudian ditolaknya uji formil terhadap UU tersebut.
Catatan ini muncul karena UU Kesehatan yang baru ternyata secara diametral berkaitan dengan eksistensi organisasi profesi kesehatan. Hingga sebenarnya dalam hal ini agaknya permasalahannya bukan hanya terhadap 5 organisasi tersebut saja, melainkan juga melanda organisasi profesi kesehatan lainnya yang jumlahnya lebih dari 30 organisasi yang menghimpun berbagai profesi kesehatan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Undang-Undang No 17/2023 tentang Kesehatan, yang dibuat secara omnibus law telah ditetapkan dan mengantikan 11 UU yang mengatur bidang kesehatan. Kemudian, Mahkamah Konstitusi telah menolak uji formil yang diajukan 5 organisasi profesi kesehatan untuk membatalkan UU Kesehatan tersebut (Media Indonesia 1 Maret 2024). Dengan demikian UU No 17/2023 tentang Kesehatan tersebut semakin kuat legalitas hukumnya.
Lima organisasi profesi kesehatan tersebut adalah IDI (Ikatan Dokter Indonesia), PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia), PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia), IAI (Ikatan Apoteker Indonesia), dan IBI (Ikatan Bidan Indonesia). Terdapat catatan penting mengenai hari depan organisasi profesi kesehatan dengan ditetapkannya UU No 17/2023 tentang Kesehatan serta kemudian ditolaknya uji formil terhadap UU tersebut.
Catatan ini muncul karena UU Kesehatan yang baru ternyata secara diametral berkaitan dengan eksistensi organisasi profesi kesehatan. Hingga sebenarnya dalam hal ini agaknya permasalahannya bukan hanya terhadap 5 organisasi tersebut saja, melainkan juga melanda organisasi profesi kesehatan lainnya yang jumlahnya lebih dari 30 organisasi yang menghimpun berbagai profesi kesehatan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Penghapusan peran organisasi profesi
Berdasarkan UU Kesehatan yang baru, berbagai peran dan fungsi organisasi profesi yang sebelumnya terdapat dalam peraturan perundang-undangan kini ditiadakan. Tidak ada lagi berbagai peran seperti memberikan rekomendasi untuk pengajuan izin praktik, menetapkan kode etik profesi dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran etik, menerbitkan sertifikat kompetensi, menyelenggarakan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing professional development), serta juga tidak ada lagi representasi keanggotaan pada konsil dan majelis kehormatan disiplin.
Selanjutnya, di masa mendatang pelbagai peran organisasi profesi kesehatan tersebut akan dijalankan oleh pemerintah, atau kelembagaan yang berada di bawah kekuasaan pemerintah.
Demikian pula mengenai eksistensi organisasi profesi kesehatan. Memang pada UU Kesehatan dicantumkan bahwa tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat membentuk organisasi profesi. Namun, kalau pada berbagai UU sebelumnya ditetapkan wadah tunggal organisasi profesi (single bar), tapi kini berdasarkan UU Kesehatan yang baru ketentuan tersebut ditiadakan.
Dengan demikian untuk sebuah profesi kesehatan dapat eksis beberapa organisasi profesi, bahkan mungkin puluhan organisasi profesi. Padahal di tingkat global, organisasi internasional seperti World Medical Association untuk dokter, maupun International Dental Federation untuk dokter gigi, serta juga International Council of Nurses untuk perawat, selama ini menetapkan hanya satu organisasi profesi untuk tiap-tiap negara anggotanya.
Dalam keadaan serba dilucuti ini, memang patut dipertanyakan mengenai kehadiran organisasi profesi kesehatan. Terdapat pandangan skeptis bahwasanya tidak ada hari depan, serta seakan-akan tidak ada lagi yang dapat dikerjakan organisasi profesi kesehatan.
Bahkan ada yang memperkirakan di masa mendatang organisasi profesi kesehatan akan lebih sebagai sekadar tempat kumpul-kumpul dan itupun terbatas bagi yang berminat. Namun sebenarnya secara kritis dapat dipertanyakan apakah memang demikian?
Format baru organisasi profesi
Patut disadari bahwa dengan adanya suatu profesi maka perlu untuk mengorganisasikan diri. Organisasi profesi tetap diperlukan bukan hanya untuk menghimpun anggota profesi, tapi terlebih lagi untuk mengembangkan profesionalisme, serta memperjuangkan kepentingan profesi.
Organisasi profesi perannya tidak mungkin dihilangkan. Hingga tidak benar kalau dikatakan dengan ditetapkannya UU Kesehatan, kemudian organisasi profesi kehadirannya hanya sebagai suplementer, atau bahkan tidak diperlukan lagi.
Namun, di lain pihak memang diperlukan pemahaman mengenai format baru organisasi profesi kesehatan dalam menghadapi perubahan zaman.
Kenyataan menunjukkan, kegiatan yang dilakukan bersama-sama secara terorganisasi akan sangat lebih berhasil guna, dibandingkan dengan kalau dijalankan secara individual. Dengan demikian mutlak perlu peran organisasi profesi dalam menghimpun dan menggerakkan anggota profesi.
Hal tersebut, selama ini, sudah dijalankan seperti pada kegiatan bakti sosial, membantu mengatasi bencana, serta kampanye kesehatan. Bahkan ketika pandemi covid-19 telah terbukti manfaat peran serta organisasi profesi kesehatan dalam memobilisasi anggotanya.
Dalam rangka pengembangan profesionalisme, patut disadari siapa lagi yang paling mampu melakukannya kalau bukan dari kalangan profesi itu sendiri. Dengan demikian pengembangan profesionalisme yang selama ini intensif dijalankan perlu senantiasa tetap dilakukan organisasi profesi kesehatan.
Kegiatan pengembangan profesionalisme seperti seminar, diskusi, pelatihan, dan peningkatan kompetensi paling efektif bila diselenggarakan oleh kalangan profesi. Peran pemerintah terutama sebaiknya terbatas dari segi administrasi dan memfasilitasi, namun akan tidak efektif apabila pemerintah mengambil alih pengembangan profesionalisme.
Organisasi profesi sangat diperlukan untuk memperjuangkan kondisi kerja dan kesejahteraan yang layak, serta jaminan kerja bagi para insan profesi. Mungkin luput dari perhatian selama ini mengenai terjadinya tenaga kesehatan yang secara semena-mena dapat diberhentikan dari pekerjaannya, ataupun yang masih diberi imbalan di bawah UMR, serta masih terjadi pula kontrak kerja yang tidak adil. Di sini perjuangan organisasi profesi kesehatan mutlak perlu.
Advokasi tetap penting untuk dijalankan organisasi profesi kesehatan mengingat masih terdapatnya pandangan yang kurang tepat serta masih rendahnya prioritas untuk program kesehatan.
Selain itu dengan semakin hari semakin meningkatnya kasus tenaga kesehatan yang diadukan karena dugaan melakukan kelalaian praktik, maka perlindungan hukum, pendampingan dan pembelaan angota perlu semakin dikembangkan.
Kemudian secara umum perlu pula terus menerus dilakukan sosialisasi untuk meningkatkan marwah serta daya tawar profesi kesehatan di tengah masyarakat.
UU Kesehatan Omnibus law memungkinkan hadirnya beberapa wadah dan tidak single bar lagi. Menghadapi kenyataan tersebut organisasi profesi kesehatan perlu melakukan branding di masyarakat sehingga terdapat citra yang spesifik bahwa para anggotanya merupakan jaminan tenaga kesehatan yang profesional, memegang teguh etika, serta berdedikasi yang kadarnya lebih unggul, dibanding dengan yang bukan anggotanya, atau anggota dari organisasi lain.
Walau UU Kesehatan omnibus law telah meniadakan berbagai kewenangan yang semula dimilikinya, meskipun demikian sama sekali tidak dapat menghilangkan peran organisasi profesi untuk untuk menjalankan perjuangan profesi.
Setelah ditetapkannya UU Kesehatan yang baru akan menempatkan organisasi profesi kesehatan dapat lebih mengambil posisi dengan kekuasaan pemerintahan.
Kenyataan ini akan semakin meningkatkan peluang organisasi profesi untuk melakukan kontrol sosial serta sikap kritis terhadap kebijakan maupun pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia, yang dijalankan dalam rangka pengabdian profesi kesehatan untuk turut meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Memang patut disesalkan penghapusan kewenangan organisasi profesi yang terjadi pada penetapan UU No. 17/2023 tentang Kesehatan. Walaupun demikian bukan berarti perlu terus menerus diratapi.
Tapi, di lain pihak, kenyataan tersebut jangan sampai menghilangkan esensi organisasi profesi kesehatan, melainkan diharapkan dapat membuka perspektif menuju format baru.