GOSULUT.ID - Berbagai organisasi profesi kesehatan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi Kesehatan (Forkom OPPTK) Provinsi Gorontalo menyatakan sikap menolak RUU (Rancangan Undang-undang) Kesehatan Omnibus Law, Sabtu (12/11/2022).

"Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law"

"Kami organisasi kesehatan yang telah diakui dan menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang – Undang lex specialis bidang kesehatan ( a.l UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan, UU No. 4 tahun 2019 tentang kebidanan ) serta organisasi yang mewakili lembaga konsumen kesehatan menyatakan sikap sebagai berikut"

1. Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga. Keberadaan organisasi profesi beserta seluruh perangkatnya yang memiliki kewenangan dalam menetapkan kompetensi profesi kesehatan, seharusnya tetap dilibatkan oleh pemerintah dalam merekomendasikan praktik keprofesian di suatu wilayah.

2. Hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan. Sekian banyak tantangan seperti persoalan penyakit – penyakit yang belum tuntas diatasi (mis. TBC, gizi buruk, kematian ibu – anak/ KIA, penyakit – penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar), pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber, haruslah dihadapi dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat.

3. Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara – negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan. Pemangku kepentingan yang dimaksud dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil. Hal ini sejalan dengan prinsip governance, dimana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini.

4. Dari data yang kami peroleh di halaman DPR RI (Link website : https://www.dpr.go.i/dokakd/dokumen/BALEG-SK-PROLEGNAS-RUU-PRIORITAS-TAHUN-2022-1642658467.pdf) dan sesuai dengan lampiran Surat Keputusan DPR RI No. 8/DPR RI/II/2021-2022 bahwa RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak ada dalam daftar tersebut. RUU ini baru termuat dalam berita “ Baleg DPR Bahas Daftar Usulan Prioritas Prolegnas Prioritas 2023 ” pada tanggal 29 Agustus 2022 (Link berita :https://www.dpr.go.i/berita/detail/id/40358/Baleg+DPR+Bahas+Daftar+Usulan+Prolegnas+Prioritas+2023) yang merupaka RUU usulan DPR. Lalu kami mendapatkan informasi RUU ini telah ditetapkan oleh Baleg DPR dalam daftar Prolegnas Prioritas tahun 2022 (Link berita : https://www.hukumonline.com/berita/a/melihat-daftar-prolegnas-prioritas-2022-perubahan-lt632af956cd2a7) pada tanggal 21 September 2022. Tertulis bahwa RUU ini dalam Prolegnas Perubahan Ketiga Tahun 2020 – 2024 tertulis RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional. Dalam penelusuran kami RUU Sistem Kesehatan Nasional diusulkan pada 17 Desember 2019 (informasi dari halaman DPR RI : https://www.dpr.go.id/uu/detail/id/319P), namun terkait draft Naskah Akademik maupun RUUnya belum pernah kami dapati.

5. Demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, kami bersepakat MENOLAK pembahasan RUU Kesehatan ( Omnibus Law ) dan mendesak agar Pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan dan unsur masyarakat lainnya dalam memperbaiki sistem kesehatan untuk masa depan Indonesia yang lebih sehat.

Ketua IDI Wilayah Provinsi Gorontalo, dr. AR Mohammad mewakili Forkom OPPTK Provinsi Gorontalo menyampaikan, saat ini ada sekitar 13 Undang-undang menyangkut kesehatan yang berlaku, ada juga yang masih dalam tahap pembahasan tapi sekonyong-konyong muncul RUU Kesehatan omnibus Law.

"Tiba-tiba muncul RUU ini, bahkan naskah akademiknya sudah beredar. Kami lihat isinya banyak timpang, tumpang, tindih seperti menyangkut kemudahan perijinan, yang menurut kami memangkas kewenangan profesi padahal selama ini baik pembinaan maupun pengawasan dilakukan oleh organisasi profesi itu sendiri bukan langsung oleh pemerintah seharusnya pemerintah bersyukur karena selama ini organisasi yang melaksanakan terhadap anggotanya tanpa dibayar sedikitpun," ungkapnya.

Ia menegaskan, hingga saat ini hubungan antara organisasi profesi dengan pemerintah biasa-biasa saja, sejak awal tahun 2022 tidak ada tanda-tanda akan munculnya RUU itu, namun begitu mendekati akhir tahun ini muncul.

"Kami kaget, ini pasti ada apa-apanya, siapa yang bermain dibelakang ini kita perlu curigai, yang tadi soal permudah ijin, Kewenagan organisasi profesi membina anggotanya dipangkas, padahal regulasi yang ada saat ini masih bagus bahkan undang-undang keperawatan dan kebidanan baru 2 sampai 3 tahun lalu diundangkan," jelasnya.

Olehnya dikatakan kembali, upaya dan langkah ditempuh oleh berbagai organisasi profesi kesehatan yang berada dipusat dengan melakukan pertemuan dengan berbagai stakeholder yang berkaitan erat dengan lahirnya RUU itu, namun hingga sekarang belum membuahkan hasil.

"Makanya ini turun ke daerah dan saat ini seluruh daerah bersuara, jadi ini bukan saja kepentingan teman-teman kami dipusat tapi lebih utama ini demi kepentingan daerah yang notabenenya adalah masyarakat," pungkasnya.